Dewan Pers Kecam Penyadapan Telepon Wartawan Tempo
TEMPO Interaktif, Jakarta:
Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Abdullah Alamudi mengecam penyadapan terhadap komunikasi telepon wartawan Tempo, Metta Dharmasaputra, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
"Penyadapan tanpa mendapat persetujuan dari pengadilan adalah pelanggaran hukum," katanya usai menerima pengaduan dari Majalah Tempo dan Metta Dharmasaputra siang tadi di gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat (14/9).
Penyadapan dan penyebarluasan isi percakapan Metta dengan nara sumbernya, menurut Alamudi, adalah bentuk intimidasi terhadap wartawan dan mengancam kebebasan dan kemerdekaan pers. "Sekarang ini menimpa Metta, mungkin giliran Anda (wartawan) atau orang lain yang disadap nanti," katanya.
Jajaran redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo yang dipimpin Toriq Hadad, bersama wartawan senior Fikri Jufri, mendatangi Dewan Pers untuk mengadukan penyadapan dan kebocoran telepon genggam Metta Dharmasaputra yang dilakukan oleh penegak hukum dan PT Telkom.
Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Abdullah Alamudi mengecam penyadapan terhadap komunikasi telepon wartawan Tempo, Metta Dharmasaputra, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
"Penyadapan tanpa mendapat persetujuan dari pengadilan adalah pelanggaran hukum," katanya usai menerima pengaduan dari Majalah Tempo dan Metta Dharmasaputra siang tadi di gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat (14/9).
Penyadapan dan penyebarluasan isi percakapan Metta dengan nara sumbernya, menurut Alamudi, adalah bentuk intimidasi terhadap wartawan dan mengancam kebebasan dan kemerdekaan pers. "Sekarang ini menimpa Metta, mungkin giliran Anda (wartawan) atau orang lain yang disadap nanti," katanya.
Jajaran redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo yang dipimpin Toriq Hadad, bersama wartawan senior Fikri Jufri, mendatangi Dewan Pers untuk mengadukan penyadapan dan kebocoran telepon genggam Metta Dharmasaputra yang dilakukan oleh penegak hukum dan PT Telkom.
Akibat penyadapan ini, Metta dan Tempo dituding melakukan kampanye hitam terhadap PT Raja Garuda Mas/Asian Agri. Sebelumnya, Metta melakukan komunikasi dengan Vincentius Amin Sutanto, mantan karyawan Asian Agiri, yang menjadi saksi kunci dalam kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri senilai Rp 1,1 triliun.
Toriq mengaku sampai saat ini belum memutuskan akan melakukan gugatan perdata terhadap PT Telkom dan polisi karena melanggar Undang-undang No. 36 tahun 1999 dan PP no. 52 tahun 2000. Dalam undang-undang itu dinyatakan penyadapan hanya boleh dilakukan kepada sesorang yang diduga terlibat pidana korupsi, terorisme, dan narkotika. "Metta tidak terkait dengan ketiga kasus itu," katanya.
Metta sendiri ingin kasus ini segera tuntas dan mengetahui siapa yang sebenarnya membocorkan percakapannya dengan Vincent. "Sebab apa yang saya lakukan sudah sesuai dengan kaidah jurnalistik," katanya.
Rencananya, Metta dan Toriq akan dipanggil oleh polisi pekan depan sebagai saksi karena komunikasinya dengan Vincent selama pelarian. Dewan Pers juga secepatnya akan memanggil PT Telkom dan polisi, sebagai pihak yang dianggap bertanggung jawab atas bocornya isi penyadapan ini.
Mustafa Silalahi
0 comments:
Post a Comment