SEARCH PKS post

3/30/2007

Sang Legenda Telah Pergi

www.chrisye-online.com
~
***
Turut menyampaikan belasungkawa atas wafatnya


Musisi Legendaris Indonesia

"Chrismansyah Rahadi"

(CHRISYE)


Selamat Jalan, Sang Legenda....

Read More......

3/27/2007

Spirit Bekerja

Spirit ada di udara, mudah terasa dan tercium. Bagi sebagian orang, spirit tidak sulit diciptakan. Terkadang hanya perlu "dipancing" dengan gorangan di sore hari atau kebersamaan saat lembur sampai pagi.

Namun, di beberapa organisasi tertentu, terasa bahwa spirit ini sulit dikembalikan, walaupun sudah "diangkat" dan "ditarik-tarik".

Organisasi yang penuh birokrasi, misalnya, sering membuahkan karyawan yang terlalu berhati-hati, "cari selamat", terlalu berhitung, takut berubah, hanya menunggu ide untuk berubah dari orang lain dan enggan mengeluarkan ide baru. Tidak ada dinamika, kewaspadaan dan kenikmatan untuk berinisiatif lagi.

Bila kita terjebak berada dalam organisasi seperti ini, namun secara pribadi memiliki spirit yang kuat, kita tentunya bertanya-tanya, apakah saya nanti tidak aneh sendiri ? Bukankah spirit itu bersumber dari suasana kerja tim ? Akankah kita bisa mempertahankan spirit yang segar dari waktu ke waktu ? Bagaimana menyuntikkan spirit ke dalam diri sendiri, bahkan sampai mempengaruhi organisasi ?

Ingat umur

Bila kita sudah kehilangan spirit bekerja, ingatlah umur. Bayangkan profesional seperti Martha Tilaar, yang berusia 70 tahun, tetapi semangatnya serasa 30 tahun. Beliau mengisi kehidupan karirnya dengan passion dan urgensi.

Berapa usia kita sekarang ? Masih berapa tahunkan kita harus berproduksi ? Bila sekarang saja semangat kita sudah kempis, bagaimana kita akan giat berkarya pada tahun-tahun mendatang ?

Hati-hati dengan "menerima apa adanya"

Bayangkan sebuah rapat yang 'garing', tidak bersemangat, di mana kebanyakan orang tidak mempunyai persiapan materi yang menantang, hanya menjawab bila ditanya atasan, tidak mempunyai ide dan pasrah menjalankan kehidupan perusahaan apa adanya.

Saat seseorang mengemukakan ide berbeda, semua pandangan menghujam padanya. Dan si kreatif ini bisa-bisa kemudian meragukan idenya. Kita lihat bahwa sikap 'menerima apa adanya' bisa mematikan spirit sehingga perlu diwaspadai dan diperangi.

Pandanglah ke depan

Bukan saja enterpreneur seperti Henry Ford (Ford Motor Comp), Bill Gates (Microsoft Corp), Larry Page dan Sergey Brin (Google) yang mempunyai kemampuan untuk memandang ke depan, kita pun bisa !

Kita selalu bisa melakukan benchmark ke perusahaan yang mempunyai aspek yang bisa ditiru. Kita pun selalu bisa memiliki obsesi untuk meningkatkan produktivitas kita sebagai individu, kelompok atau bahkan perusahaan.

Bacaan-bacaan mengenai best practice profesi dan perusahaan serupa tidak terbatas jumlahnya. Dari sini kita bisa menumbuhkan mood untuk maju, mentransfer dan merealisasikan ide dan berobsesi untuk lebih sukses.

Bertanyalah "bagaimana caranya ?"

Bisnis dan situasi negara kita sekarang membutuhkan produk baru, cara dan metode produksi, pasar baru, kecepatan, transfer kekuatan, dan informasi. Bagaimana mungkin kita tinggal diam dan menunggu ?

Kita bisa mengaktifkan otak dan selalu mencari cara baru. Seberapa pun kecil peranan kita di perusahaan, bantulah untuk memikirkan improvement, karena hal ini pasti akan berguna bagi perusahaan, tim dan diri Anda sendiri.

Selain itu, kekuatan spirit Anda akan terasa oleh atasan. Dengan demikian kita secara tidak langsung membuat harapan baru bagi diri sendiri setiap saat dan terbiasa menanggulangi ancaman.

Kembangkan mindset "memulai"

Menjadi orang yang pertama maju ke depan memimpin diskusi, memberi tanggapan atau email kolega, mengirimkan notulen rapat ke pelanggan yang baru dikunjungi, sama sekali tidak sulit.

Dampaknya terhadap diri sendiri-lah yang lebih besar. Kita akan mendapatkan apresiasi orang lain, dipandang sebagai orang yang gesit.

Bayangkan kalau kita selalu menjadi orang yang pertama menyapa 'halo' di setiap kontak dengan orang lain. Kita pasti akan menebar semangat. Dan, untuk diri sendiri, kita akan menumbuhkan semangat ekstra sebagai pemulai dan penyerang, tidak sekadar responsif.

Cintai teknologi

Pemrosesan data, jaringan internet, telekomunikasi, tidak pernah bisa kita hindari. Teknologi juga berkembang sedemikan pesat sehingga sulit diikuti.

Rasanya baru beberapa tahun saja kita menikmati teknologi GPRS, CDMA, sekarang kalau tidak ber-3G- ria, rasanya kuno. Baru saja kita menikmati iPod, sekarang kita perlu bersiap-siap memahami iPhone.

Bila kita sedikit berusaha untuk menyukai dan memperdalam teknologi, kita secara tidak langsung terpaksa mengadaptasi derap inovasi dan perubahan dari perkembangan teknologi.

Menjaga agar tetap ber-spirit ibarat menjalankan dinamika kehidupan seorang artis. Seorang artis tidak pernah berhenti memperhatikan, berpikir, mengembangkan ide, bereksperimen, mencari ide baru, antusias, bekerja tak kenal waktu dan berupaya menciptakan sesuatu yang unik dan baru.

Jadilah orang yang senantiasa hidup dengan spirit. Hidup akan terasa lebih artistik.

(Experd)

Sumber: KCM

Read More......

3/24/2007

UCAPAN

Pengurus & ReKan-ReKan Smart FM
menyampaikan
SeLaMaT MenemPuH
&
"beRkARya"
di KeHiDupAN BARU
untuk ReKan :
~
JAY WALUYO & ANISA
(25 Maret 2007)
~
"banyak berkah dari YME & awet forever"

Read More......

3/22/2007

Memperingati Hari Air Sedunia 2007

Kelangkaan Air Baku: Tantangan Dalam Penyediaan Air Minum Untuk Perkotaan


Mendekati setengah jalan menuju dead line pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, kinerja pencapaian Indonesia kurang menggembirakan, bahkan cenderung menurun. Berdasarkan laporan A Future Within Reach dan Laporan MDGs Asia-Pasifik tahun 2006 yang dirilis oleh UNDP, Indonesia termasuk dalam negara-negara yang mundur dalam upaya pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Laporan ini menempatkan Indonesia dalam kategori terbawah bersama Banglades, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini dan Filipina. Tantangan Indonesia untuk mencapai Target 10 pada tujuan nomor 7 yaitu mengurangi separuh, pada tahun 2015, dari proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar, sangat berat. Hingga saat ini, kurang lebih 100 juta penduduk Indonesia belum mempunyai akses terhadap air yang aman untuk diminum.

Kondisi ini tidak terlepas dari kenyataan semakin langkanya air baku untuk air minum. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara yang kaya akan air, ancaman krisis air baku semakin nyata terlihat. Hal ini dapat terlihat dari kondisi neraca air di Pulau Jawa. Hingga tahun 2000, ketersediaan air per kapita di Pulau Jawa sebesar 1.750 meter kubik per kapita per tahun, jauh di bawah standar kecukupan yaitu minimal 2.000 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah ini diperkirakan akan semakin menurun hingga mencapai 1.200 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2020. Selain Pulau Jawa, kelangkaan air ini juga akan mengancam Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.

Potensi kelangkaan air baku ini semakin diperparah oleh pencemaran sungai terutama oleh air limbah rumah tangga. Sebanyak 76,2 % dari 52 sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh cemaran organik, dan 11 sungai-sungai utama tercemar berat oleh unsur amonium. Mayoritas sungai yang terdapat di kota padat penduduk seperti di pulau Jawa cenderung lebih tercemar oleh bakteri coliform dan fecal coli. Keberadaan bakteri fecal coli tersebut menunjukkan telah terjadinya pencemaran tinja pada sungai-sungai tersebut. Bakteri faecal coli ini dapat menyebabkan penyakit diare.

Berdasarkan survey oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2005, diperkirakan 135.000 bayi di Indonesia meninggal akibat diare setiap tahunnya. Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP), buruknya kualitas air baku akibatnya rendahnya penanganan sanitasi, menyebabkan pelanggan PDAM harus mengeluarkan biaya 25% lebih mahal untuk pembayaran rekening tagihannya.

Meskipun Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengharuskan adanya keterpaduan antara air minum dan air limbah, namun sampai saat ini masih belum ada keseragaman konsep dalam hal penanganan air limbah. Pembangunan air minum saat ini masih berorientasi pada pengolahan air baku menjadi air minum, tetapi tidak memperhatikan buangan yang dihasilkan dari penggunaan air minum yang akan menyebabkan penambahan beban pencemaran air baku, bila hal ini terus berlanjut akan menyebabkan tingginya dana yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan dan pemulihan sumber daya air.

Menyadari hal itu, para stakeholder harus bersama-sama untuk mulai memperhatikan kaitan antara bidang air minum dan air limbah. Upaya tersebut dapat diawali dengan membentuk suatu kemitraan dan dukungan advokasi secara intens untuk menggalang dukungan dari seluruh stakeholder terutama masyarakat sebagai pengguna air bersih dan produsen air limbahnya. Dukungan media sebagai sumber informasi bagi masyarakat akan mempercepat proses tersebut dan diharapkan dapat menjadi perhatian bagi para pengambil keputusan.

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (BAPPENAS, Dept. Pekerjaan Umum, Dept. Kesehatan, Dept. Dalam Negeri, Dept. Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup), FORKAMI, USAID/ESP


-
Pokja AMPL

Read More......

3/16/2007

Pernyataan Sikap

Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja(KOMPAS)
Sekretariat: Jl Prof Dr Soepomo, Komplek BIER No 1A, Menteng Dalam, Jakarta
021-83702660, 021-70758626
-------------------------------------------------------------------------------------
PERNYATAAN SIKAP

Tangkap dan Penjarakan Pelaku Pemberangusan Serikat Pekerja!

Sejak Undang-Undang No 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh disahkan parlemen, korban pemberangusan serikat pekerja (union busting) terus berjatuhan. Misalnya saja pengalaman Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM). Pada tahun 2006, pengurus dan anggota serikat buruh di PT ISI, PT SM Global, PT Panah Forest Perkasa, PT EJP, dan lain-lain di Tanggerang yang berafiliasi dengan KASBI, diberangus secara serentak. Begitu juga dengan aktivis serikat buruh PT Istana Magnoliatama dan pengurus SBSI 1992 yang berafiliasi dengan ABM di Jakarta Utara.
Hal serupa juga terjadi pada aktivis Serikat Buruh Karya Utama (SBKU) Tanggerang. Belasan pengurus SBKU langsung dipecat beberapa hari setelah memberitahu manajemen mereka telah mendirikan serikat buruh. Pemberangusan yang sama juga dialami pengurus dan anggota FNPBI PT Katexindo KBN Cakung. Juga pengurus dan anggota GSPB PT Traya, Tambun, Bekasi. Lalu pemecatan pengurus PT Hanceng Tangerang. Mutasi dan pemecatan pun dialami pengurus SP Transportasi Pusat Blue Bird Grup dan Ketua SP PT Bank Lippo Karawaci.
Pemberangusan pun merambah ke sektor-sektor lainnya, seperti yang dialami pengurus Serikat Pekerja Mandiri Hotel Grand Melia (Kuningan, Jakarta) yang berafiliasi dengan Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM).
Union busting lainnya menimpa pengurus Safari Garden Hotel Bogor, PT Karung Nasional, dan pengurus SP LIA Teacher Association (LIATA). Yang terbaru adalah pemberangusan yang dialami anggota dan pengurus serikat buruh PT Trijaya irta Dharma Bersatu, di Lampung.
Pola pemberangusan serikat pekerja pascapengesahan UU No. 21/2000 di Indonesia begitu klasik. Yakni dengan cara mutasi, intimidasi dan pemecatan dengan alasan disharmoni.
Di dunia pers, pemberangusan serikat pekerja (union busting) sudah terjadi sejak tahun 2002. Mulai dari SP Antara, SP Jakarta News FM, Perkumpulan Karyawan Warta Kota (PKWK), dan lain-lain. Yang terakhir, tanggal 8 Desember 2006 giliran Sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK) Bambang Wisudo yang jadi korban.
Tragisnya, sebelum menerima surat pemecatan dari Pemred Kompas Suryopratomo, Bambang Wisudo sempat dipiting, diseret paksa, dan disekap satpam yang mengaku menjalankan perintah atasan selama dua jam pada 8 Desember 2006 silam.
Bambang Wisudo dipecat dan disandera karena manajemen harian terbesar di Indonesia ini memang melakukan aksi pembalasan. Aksi itu terarah pada pimpinan PKK yang selama ini vokal mempertanyakan nasib saham kolektif sebesar 20% bagi karyawan.
Aksi balasan ini berupa pemindahan (mutasi) tugas sejumlah pimpinan kunci PKK ke daerah dengan alasan pengembangan karier. Syahnan Rangkuti selaku Ketua PKK dibuang ke Padang, sementara Sekretaris PKK Bambang Wisudo dibuang ke Ambon. Keputusan itu mulai berlaku 1 Desember 2006, meski kepengurusan PKK baru resmi berakhir 28 Februari 2007.
Jelas mutasi ini merupakan pembuangan. Apalagi General Manager Sumber Daya Manusia PT Kompas Media Nusantara, Bambang Sukartiono berkali-kali mengatakan mutasi ini merupakan upaya “rehabilitasi” untuk Bambang Wisudo. Dengan demikian, aktivitas Bambang Wisudo disamakan dengan upaya “rehabilitasi” tahanan politik (tapol) PKI pada era Orde Baru. Bila tapol PKI direhabilitasi ke Pulau Buru, pengurus kunci PKK dibuang ke Ambon dan Padang.
Pola pemberangusan seperti ini merupakan pola klasik kediktaktoran Soeharto. Dan celakanya pola ini masih tetap digunakan manajemen Kompas. Padahal di halaman tajuk rencana, setiap harinya Kompas menyerukan demokrasi, HAM, penghormatan terhadap hak berserikat, transparansi dan antikorupsi.
Parahnya, saat Bambang mewartakan sikapnya untuk menolak mutasi kepada karyawan Kompas, aksi kekerasan malah justru terjadi. Pada Jumat (8/12/2006) petang, Wisudo dibekuk, dipiting, diseret paksa, dan ditenteng sebelum akhirnya ditahan dan disandera oleh Satpam Kompas selama dua jam di pos satpam kantor perusahaan itu, di Jalan Palmerah Selatan 26-28, Jakarta. Itu terjadi saat Bambang Wisudo membagikan leaflet pernyataan sikapnya dalam kapasitasnya selaku aktivis serikat pekerja.
Setelah menjadi bulan-bulanan korban kekerasan dan penyanderaan selama beberapa jam, pemimpin redaksi Kompas kemudian mengeluarkan surat PHK dengan No: 074/Red/SDM/XII/2006. Surat itu ditanda-tangani pemimpin redaksi Kompas dan Direktur PT Kompas Media Nusantara, Suryopratomo.
Kini, persis tiga bulan setelah Bambang Wisudo dipecat secara sepihak oleh Suryopratomo, Disnaker DKI melalui surat anjuran bernomor 059/ANJ/D/III/2007 tanggal 9 Maret 2007 membatalkan pemecatan tersebut. Sebab, hal itu jelas merupakan upaya pemberangusan serikat pekerja (union busting). Karena itu Bambang Wisudo harus dipekerjakan kembali.
Tapi di tengah pemberangusan serikat pekerja (union busting) yang begitu massif, negara seperti cuci tangan. Instansi pemerintah yang sebenarnya bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya pemberangusan serikat pekerja, seperti Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga Kapolri, hanya diam melihat pelanggaran kebebasan berserikat tersebut. Baik yang terjadi di masa lalu, masa sekarang, dan bukan tidak mungkin di masa yang akan datang.
Padahal dalam Undang–Undang No 21/2000 tentang di Serikat Pekerja/Buruh, dinyatakan:

BAB VII
PERLINDUNGAN DAN HAK BERORGANISASI
Pasal 28
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, menghentikan sementara, menurunkan jabatan atau melakukan mutasi;
b. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. Melakukan intimidasi dalam bentuk apa pun;
d. Melakukan kampanye antipembentukan serikat pekerja/serikat buruh;.

BAB XII
SANKSI
Pasal 43
1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus juta rupiah)
2. Tindakan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tindak pidana kejahatan.


Tapi aturan yang disahkan parlemen ini tak mencegah jatuhnya korban pemberangusan serikat pekerja. Dari data yang terkumpul sejak setahun terakhir, puluhan kasus terus terjadi.

Dengan fakta-fakta di atas, kami 36 organisasi buruh, mahasiswa, dan organisasi non pemerintah yang tergabung dalam Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (Kompas) menyatakan:

1. Menuntut DPR RI memanggil dan meminta pertanggungjawaban Menakertrans dan Kapolri untuk menangkap dan memenjarakan pelaku pemberangusan serikat pekerja atau union busting.

2. Menuntut DPR RI menggunakan hak interpelasi pada Presiden untuk kasus union busting dan pelanggaran hak normatif lainnya.

3. Menuntut DPR RI untuk mengawal proses penyelidikan di Depnakertrans dan Kepolisian untuk kasus union busting yang sedang berlangsung.


Jakarta, 15 Maret 2007
Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS)

Winuranto Adhi
Koordinator Non Litigasi

Read More......

3/14/2007

Play Heart Work Heart

Itu adalah semboyan sebuah bank asing yang tertera di hadapan saya saat sedang rapat bersama tim mereka. Semboyan itu benar menggugah batin karena selama ini kalau bisa saya malah berfalsafah play hard work hard.

Tak salah kalau kemudian saya bisa melakukan hal-hal di luar akal sehat. Saya mengharap rapat dan kerja sama saya dengan mereka berakhir dengan menggunakan "hati", termasuk soal pembayarannya bila proposal di ruang rapat itu diterima. "Asyik-asyik nyindir saja," kata mitra saya.
Beberapa bulan lalu teman saya bercerita, ia diutangi seorang ibu superkaya istri pengusaha yang sampai tulisan ini diturunkan masih menunggak pembayaran untuk pesanan kebayanya yang jumlahnya sepuluh buah. Padahal, teman saya cuma perancang mode ecek-ecek yang kebetulan jahitan kebayanya cukup dahsyat.

"Sampai capai nagih-nya," katanya suatu hari. "Mereka berani utang sama kita, Mas. Apa iya mereka bisa melakukan itu di Gucci dan Prada. Enggak, kan?" lanjutnya.
Begitulah pengalaman yang saya perhatikan dan pernah saya jalani. Kalau bisa menunggak, mengapa harus enggak menunggak? Lha wong kadang sudah diberi fasilitas menunggak beberapa minggu—kadang satu bulan—saja masih juga tak mau melunasi pembayaran. Paling enak memang menunggak, apalagi menunggaknya sekian ratus juta rupiah. Disimpan saja dulu di bank, kan ada bunga hariannya, daripada langsung ludes untuk membayar utang.
Kalaupun yang mendapat beban tunggakan sengsara sehingga tak bisa memutar uangnya untuk melangsungkan jalannya perusahaan kecil mereka, memang apa peduli saya dan mereka yang berperi laku seperti saya?
"Seandainya ibu itu bisa memosisikan dirinya seperti aku yang cuma tukang jahit ini, mau enggak sih digituin?" kata teman saya itu.
Saya cuma geleng-geleng kepala dan berkata dalam hati, ya tentunya si ibu tak bisa dan tak mau memosisikan dirinya sebagai tukang jahit ecek-ecek. Kalau saja ia bisa melakukan itu, sudah pasti dia akan melunasi pembayarannya dan saya tak akan menulis pengalaman teman saya yang disengsarakan istri seorang pengusaha itu.

Jadi binatang
Beberapa waktu lalu saya sedang di dalam mobil dalam perjalanan pulang. Telepon genggam saya berdering, nama perancang mode kondang Edward Hutabarat tampil di layar alat komunikasi itu. Waktu menunjukkan pukul delapan malam, sehabis saya mengisi perut yang keroncongan. Jadi, saat Mas Edo menelepon, saya sudah siap dengan tenaga untuk mengobrol dengannya yang sudah lama, lama sekali tak saya jumpai.
Seperti biasa, kami melepas rindu dengan cerita ke sana-ke mari. Lama sudah tak terdengar kabarnya, tetapi belakangan saya melihat ia come back lagi dengan koleksinya yang lebih ringan, lebih muda, dan tetap memegang teguh menggunakan kain Indonesia. Belum lagi butik baru dan buku barunya juga sudah diluncurkan.
Setelah melepas rindu ia mulai bercerita tentang usahanya berkonsentrasi dengan kain-kain Indonesia. Ceritanya itu bukan hal baru buat saya, tetapi satu hal yang baru adalah keinginannya agar orang lebih mencintai lagi negeri ini.
Ia bercerita sekian tahun ia keluar-masuk berbagai macam pedusunan untuk bertemu dengan masyarakat lokal. Yang ia temukan bukan hanya sekadar kain-kain lama yang menawan, tetapi kerukunan hidup mereka di sana.
"Hand made itu enggak penting, yang penting itu human made," katanya. Kalimatnya itu menghujam tenggorokan dan konsentrasi saya. Ia berbicara terus, tetapi saya sudah tak bisa mendengarnya lagi.
Saya tewas mendengar pernyataan itu. Saya sering kali lupa saya ini manusia. Sekarang saya mengerti mengapa ada sebutan manusia itu bisa seperti binatang. Dan cukup lama saya adalah binatang itu.
Pekerjaan saya diciptakan tidak dengan hati, tidak dengan rasa. Meniru karya orang kemudian dijual. Pokoknya asal untung dan menghasilkan banyak uang. Yang dipikir hanya uang, uang, dan uang. Mencari perdamaian? Nanti saja dulu. Saya justru paling suka mengajak orang berkelahi. Menuntut, mendepak, dan menjatuhkan teman sekantor, melukai, menghajar bisnis saingan saya. Menipu dan mencuri.
Semasih menjadi pimpinan, acapkali saya mengusulkan orang untuk mengirimkan proposal dan melakukan presentasi saat saya merencanakan sebuah kegiatan. Kemudian tak satu pun dari presentasi itu saya pilih, tetapi saya mengambil ide dari semua itu untuk saya pergunakan, tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Saya teringat kembali semboyan di ruang rapat bank asing itu. Play heart, work heart. Pernahkah saya? Atau pernahkah si pembuat semboyan itu? "Hayo, nyindir lagi," kata mitra saya.

Serigala berbulu
Saya tinggalkan hati saya di rumah karena menurut saya dunia di luar rumah saya itu keras. Saya tak perlu cinta, kasih apalagi. Rendah hati, mengalah, lemah lembut, mengampuni, sebaiknya dimasukkan saja di kotak P3K dan dikeluarkan bila sudah masuk ke lingkungan gereja setiap minggu.
Di luar semua itu saya harus keras, saya harus jadi binatang dan menghunus pedang. Dan tak ada gunanya kalau pedang sudah dihunus tak dihujamkan ke perut orang dan bila sudah jadi binatang tak menerkam.
Kemudian saya bertanya kepada diri sendiri setelah begitu lamanya menjadi penjahat. Mengapa susah sekali menciptakan perdamaian? Saya pernah ditanya dengan satu pertanyaan, apakah keinginan saya? Banyak jawabannya. Tetapi, harus diakui saya ingin hidup tenang, terutama pada masa menjelang lampu pencabut nyawa dinyalakan.
Ketenangan? Teman saya bertanya balik dalam bahasa enggres (meminjam istilah pembantu saya), "Are you sure?" Saya geleng kepala karena saya sendiri tak yakin dengan jawaban saya sendiri. Kalau saya ingin damai, mengapa saya selalu senang menciptakan ketidakdamaian.
Saya senang bermuka dua. Kepada atasan saya menjilat ke bawahan saya mengatakan kejelekan atasan. Bertemu atasan lagi, saya menjelekkan bawahan saya. Prinsipnya saya ahli menjatuhkan orang. Orang atas dan orang bawah.
Saya sering cuci tangan. Sebelum dan sesudah makan, dan sebelum dan sesudah melaporkan sesuatu yang tak berjalan sebagaimana mestinya. Saya tak mau bertanggung jawab. Tetapi, kalau itu soal prestasi, saya akan mengeluarkan kata-kata, "It is all because of me." Saya menciptakan sakit hati di mana-mana. Dan saya sangat menikmati itu.
Misalnya saja, teman saya bercerita kepada saya mengenai sahabatnya yang belakangan berperilaku aneh. Ia menumpahkan semuanya kepada saya dengan ceritanya yang berapi-api dan saya tak tahu apakah ceritanya itu juga kemasukan bumbu-bumbu dapur lainnya. Saya yang mendengar cerita itu dan kebetulan mengenal teman yang aneh itu juga, tak malah berdiam dan memberi jawaban yang positif, tetapi malah oh... ya, oh... ya dan terus, terus.
Dan setelah pertemuan itu, saya mulai menyiarkan siaran pers melalui SMS, malah kadang menelepon beberapa teman, untuk menjatuhkan teman saya yang berperilaku aneh itu.
Setelah saya berpikir waras, saya bertanya apa salahnya ia berperilaku aneh. Ia sendiri tak keberatan, mengapa saya dan teman saya menjadi begitu keberatan dan mempermasalahkan. Kalaupun teman saya jadi benar aneh, saya toh tak dirugikan, bukan? Kalaupun saya merasa dirugikan, tinggalkan saja. Semudah itu, bukan? Tidak semudah itu buat saya, saya ingin mempersulit situasi karena mental saya yang memang bukan pecinta perdamaian.
Itu sebabnya mengapa menjawab pertanyaan saya sendiri itu susahnya setengah mati. Mau damai, tetapi membuat ketidakdamaian itu kok ya uenak tenan. Saya tak tahu apakah Pak George Bush punya perasaan sama dengan saya. "Bisa jadi lho, Mas," kata teman saya.
Edo, demikian saya memanggil sang desainer, mengakhiri pembicaraan sekian puluh menit itu. Tetapi, suaranya soal human made tak hilang di gendang telinga saya. Terpaksa saya bawa pulang ke rumah dan tepat saat saya ditelan gelapnya malam, saya disadarkan suara sang desainer bahwa ternyata selama ini saya memang bukan manusia. Saya cuma binatang bernama serigala yang berbulu tangkis. Eh... salah, berbulu domba.

Susahkah Berdamai?
1. Sepertinya sih susah. Kalau saya punya kesempatan, saya ingin sekali bertanya kepada Pak George Bush, susah apa tidak. Karena begitu ingin menciptakan rasa damai dan tenteram, lalu tiba-tiba pembantu ingin pulang dan tak kembali lagi, mulai saya menjerit dan sirna semua kedamaian itu. Mungkin sama seperti Pak Bush. Begitu ada yang mau mencoba mengembangkan senjata nuklir, kepalanya langsung cenut-cenut. Ada yang tak mau membagi lahan minyak, cenut-cenut lagi.
2. Tetapi kalau dipikir dengan kepala dingin dan waras, karena kata teman saya ada yang kepalanya dingin terus tetapi tak pernah waras-waras, sepertinya menciptakan perdamaian mungkin tidak sesusah yang dibayangkan. Kalau saya bisa menciptakan perang, semestinya sih dengan tenaga yang sama saya bisa melakukan perdamaian. Asal saya mau.
Itu sama saja seperti melanggar perintah membayar fiskal satu juta rupiah, menjadi kurang dari satu juta rupiah. Perdamaian tampaknya memang terjadi, tetapi nurani tak bisa dibohongi bahwa Anda sedang mengajak perang batin Anda untuk menjadi pencuri. "Enggak juga kok. Lama-lama kalau lo biasa, nuraninya bisa damai. Damai banggget," kata teman saya lagi.
3. Sebagai manusia normal, saya ingin hidup tenteram dan damai. Tetapi, mengapa saya melakukan hanya untuk saya sendiri? Mengapa saya tak bisa melakukannya untuk lingkungan di mana saya berada? Bukankah saya tak hidup sendiri di dunia ini.
4. Saya bingung lagi, apakah perdamaian di muka bumi ini akan bisa terjadi kalau saya bercita-cita menciptakan kedamaian, mengentaskan kemiskinan, bahkan sampai mendapat hadiah Nobel, atau menghilangkan percabulan dalam bentuk apa pun itu? "Mungkin enggak bisa lenyap seratus persen, Mas. Tetapi, daripada enggak sama sekali?" komentar teman saya.
5. Lihatlah manusia seperti manusia, bukan sebagai barang dagangan atau boneka untuk dipermainkan. Kalau masih belum bisa, coba bayangkan bila Anda atau anak Anda atau istri Anda yang saya jadikan boneka dan barang dagangan. "Eh... mau tahu enggak, gue punya teman yang istrinya terang-terangan dijual buat berselingkuh dengan seorang pengusaha koaya raya. Doi bisa naik mobil mewah, istrinya senang punya pacar lagi," kata teman saya. Saya tak mengerti apakah ini yang disebut win-win situation yang menghasilkan sebuah "perdamaian".
6. Kata teman saya, kalau damai terus, hidup ini enggak ada greget-nya. Mungkin teman saya dan saya tak pernah meluangkan waktu untuk mencoba nyemplung sehingga mungkin kami menemukan greget-nya yang tentu berbeda dengan dunia yang tidak damai.
7. Kalau saya mau menciptakan perdamaian, mungkin hal pertama yang harus saya sadari saya harus berdamai dengan diri saya sendiri. Harus ada damai di jiwa dan hati saya. Kalau saya masih punya mulut pedas, rasa iri hati, rasanya mustahil mampu menciptakan perdamaian, bukan? ***

Oleh: Samuel Mulia Penulis Mode dan Gaya Hidup

Read More......

3/13/2007

Mbah Inah:Berjalan Menurut Kata Hati


Perempuan pengemis ini menangis bukan karena hidupnya melarat tetapi karena pengalaman diabaikan. Ketika sakit, teman dan tetangganya tak ada yang peduli kecuali seorang bocah yang rajin membawa minuman.

MBAH Inah tidak pernah tahu, apalagi baca novel penulis Italia Susanna Tamaro berjudul Pergilah Kemana Hati Membawamu (Va’ dove ti porta il cuore) yang menjadi best seller internasional pada tahun 1994. Maklum, Mbah Inah hanya seorang pengemis dan lebih dari itu, ia tidak melek huruf. Namun sebagai pengemis (ia sendiri menyebut dirinya sebagai "pencari amal" meski lebih tepat ia mencari orang yang mau memberikan sedekah atau amal) ia menerapkan hal yang mirip dengan apa yang dikatakan Tamaro, yaitu berjalan kemana hati menuntun dia.

Bedanya, Mbah Inah memutuskan sepenuhnya secara instingtif dan seketika arah mana yang dia tuju hari itu untuk mencari sedekah. Dalam konteks Tamaro, ketika orang bingung saat berada di persimpangan jalan kehidupan, kata (suara) hati mesti diikuti namun putusan untuk itu harus diambil setelah melewati proses permenungan yang hening.

"Saya jalan saja seturut kata hati. Hari ini ke sini, besok entah ke mana, tidak ada rencana-rencana, jalan aja," kata Mbah Inah di halaman tempat tinggal saya di Pejaten Timur, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Saat itu ia ingin mengaso sebentar karena capai berjalan.
Ia bilang, ia tinggal di rumah kos-kosan di bantaran Sungai Ciliwung di daerah Kampung Melayu, Jakarta Timur yang padat dan langganan banjir. Jarak antara Kampung Melayu dan Pejaten sekitar 10 kilometer. Bagaimana dia bisa sampai ke Pejaten. Dia tidak mungkin jalan kaki sejauh itu. Fisiknya sudah tua, kulitnya keriput di sana-sini. Jalannya pun susah. Jangan-jangan dia didrop pakai mobil oleh orang-orang yang ingin mencari untung dari ’profesi’ para pengemis. "Saya naik angkot dulu," katanya. Bermodal juga Mbah ini!

Caranya mengemis memang tidak seperti pengemis kebanyakan yang main todong atau langsung menadahkan tangan. Dia memberi sapaan terlebih dahulu untuk membuka kesempatan komunikasi dengan orang yang dijumpainya. Dengan begitu ia berharap bisa menjalin hubungan jangka panjang dengan orang-orang itu.
Saat itu misalnya, ia berteriak dari luar pagar, ""Preiii (libur) nih?" Saya terkejut. Siapa perempuan tua gendut dan bertongkat yang sok akrab ini? "Iya," jawab saya ragu.
"Numpang duduk ya, Mbah capek," katanya sambil tersenyum. "Oh boleh, silakan," kata saya. Kebetulan memang ada bangku panjang di pekarangan. Ia masuk pekarangan lalu duduk. "Mbah boleh minta air minum, haus sekali," katanya kemudian.
Kami pun mengobrol berbagai hal termasuk kisah hidupnya. Sebuah kehidupan keras dan berat. Beberapa kali ia mencucurkan air mata. Namun dengan cepat pula dia berubah riang dan tertawa ngakak. "Saya nangis bukan karena ingin dikasihani tapi saya sedih," katanya.
Ia mengaku, sekarang berusia 70 tahun namun ia tidak tahu persis kapan ia lahir. Ia berasal dari Demak, Jawa Tengah. Sejak tahun 1960-an ia migrasi ke Jakarta, lalu menikah dan punya seorang anak.
"Tapi sekarang saya sebatangkara," katanya. Anaknya meninggal tahun 1974, tentang suaminya ia tidak cerita. Saat ini ia tinggal di kamar kos di bataran Sungai Ciliwung. "Di sana orang susah semua, ada dari Tegal, Brebes, Indramayu, dari mana-manalah," katanya.
Sebelum jadi pengemis, Mbah Inah menjadi seorang pembuat kasur. "Dulu pesanannya banyak. Sekarang sudah tua, tenaga Mbah sudah nggak ada," katanya sambil memperlihatkan lengannya.
"Sekarang, jalan pun sudah susah, harus dibantu pakai tongkat ini," lanjutnya. Sampai awal tahun lalu, katanya, ia belum menggunakan tongkat. "Ini gara-gara saya pernah disenggol mobil orang di dekat Kampung Melayu situ," katanya. Akibat senggolan itu ia harus istirahat selama sembilan bulan.
Saat menceritakan bagian ini ia menangis sedih. "Selama sembilan bulan saya tidur aja. Beberapa minggu pertama tidak makan. Tidak ada yang beri makan. Untung ada anak tetangga, ia masih sekolah, bernama Acong. Ia rajin bawa air minum untuk Mbah. Ia juga orang susah. Tapi ia gunakan uang jajannya untuk belikan saya minum. Kalau ingat itu sedih sekali hati saya. Saya bilang, kamu jangan pakai uang jajanmu untuk belikan Mbah minum. Tapi dia bilang tidak apa-apa Mbah. Saya sedih," katanya sambil menangis.

Teman-teman satu tempat tinggal tidak ada yang mau bantu? "Mereka pada pelit semua. Padahal saya suka ngasih mereka kalau ada makanan atau ada pemberian orang," jawabanya.
Seorang penolong yang hanya disebut sebagai "seorang dari Ragunan" menolong dia berobat ke dukun patah tulang di daerah Haji Nawi, Jakarta Selatan. "Mbah dibantu orang dari Ragunan itu. Dia memberi uang 250 ribu untuk berobat. Mbah lalu naik taksi ke tukang urut itu. Mbah gaya, tidak punya uang tapi naik taksi haha...," katanya.
Orang yang menabrak Mbah bagaimana, tidak ikut membantu? "Itu orang kurang ajar, dia tidak pernah kunjungi saya," jawabnya.
Mbah Inah tidak pernah membayangkan akan jadi pengemis di usia tuanya. Namun ia menerima kenyataan itu. Katanya, "Beginilah jalan hidup. Tapi, kita biar miskin yang penting kaya hati." Yang dia maksudkan, kemiskinan jangan menjadi alasan untuk tidak membantu sesama yang juga susah. "Saya suka berbagi. Ada anak tetangga nangis kelaparan, saya berikan uang untuk jajan. Ketika saya sakit, mereka tidak ada yang peduli. Ya sudah biarlah," katanya.
Soal kegiatannya mengemis ia mengatakan, "Saya cari amal. Dikasih syukur, nggak dikasih tidak apa-apa. Kalau orang kasih amal, itu untuk dirinya sendiri nanti di akhirat. Saya kan hanya alat."

Setelah merasa sudah cukup beristirahat, ia melanjutkan perjalanan. "Sudah ah, Mbah mau jalan lagi," katanya. Ia mengemas kain batik lusuh berisi barang bawaannya. Ada apa dalam kain itu? "Beras setengah kilo, tadi ada yang ngasih," katanya sambil tersipu. "Cari amalnya nanti sampai jam berapa?" tanya saya lagi. "Sesuka aja, kalau capek, ya pulang," jawabnya.


Penulis: Egidius Patnistik

Read More......

3/09/2007

Mendukung keputusan DEPNAKERTRANS

Kami mendukung apa yang menjadi keputusan DEPNAKERTRANS DKI JAKARTA,
menolak pemecatan terhadap wartawan senior Bambang Wisudo oleh management Kompas.
-
Salam PKS

Read More......

Isi Putusan Disnaker DKI Soal PHK Wisudo

(ctt AJI: Persis tiga bulan saat surat pemecatan yang ditanda-tangani Pemred Kompas Suryopratomo 8 Desember 2006, Surat Anjuran Disnaker DKI tentang permohonan PHK Bambang Wisudo akhirnya keluar. Dalam surat ini disebutkan, pemecatan yang diajukan Harian Kompas ditolak. Alasannya, pemecatan itu berawal dari mutasi. Padahal mutasi itu dilarang oleh UU No 21/2000 terhadap pengurus serikat pekerja. Apalagi Peraturan Perusahaan Harian Kompas sudah kadaluarsa dua tahun. Berikut surat permohonan yang diketik sesuai aslinya.)


PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
JALAN Prapatan No 52 Telepon: 3847937, 3520652, 3848303
Fax. : 3827973, 3503623
JAKARTA
Kode Pos 10110
----------------------------------------------------------------------------

9 Maret 2007

Nomor : 1009/-1.8353
Sifat : Penting/Segera
Lampiran : 1 (satu) berkas
Perihal : Penyampaian Anjuran

Kepada Yth.

1. Pimpinan Perusahaan PT KOMPAS MEDIA NUSANTARA
Jl. Palmerah selatan No 26-28
Jakarta Pusat 10270

2. Sdr. P. Bambang Wisudo
d/a Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS)
Jl. Dr Soepomo No 1A Komplek Bier
Menteng Dalam, Jakarta Selatan

Sehubungan dengan perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang telah dicatatkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta dan telah diproses melalui mediasi antara:

1. PT Kompas Media Nusantara
2. Sdr P Bambang Wisudo

Setelah melalui sidang mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dengan ini disampaikan Anjuran Tertulis No. 059/ANJ/D/III/2007 tanggal 7 Maret 2007.

Selanjutnya diminta agar Saudara memberikan jawaban secara tertulis atas Anjuran tersebut diatas selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima Anjuran ini.

Demikian agar Saudara maklum.

WAKIL KEPALA DINAS TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI PROVINSI DKI JAKARTA

SUMANTO, SH
NIP 470051697



PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Jalan Prapatan No. 52, Telepon : 3847937, 3520652, 3848303
Fax.: 3847937, 3503623
J A K A R T A
Kode Pos 10110
----------------------------------------------------------

A N J U R A N
NO. 059/ANJ/D/III/2007

Kepada Yth:
1. Pimpinan Perusahaan PT Kompas Media Nusantara
Jl. Palmerah Selatan No. 26-28
Jakarta Pusat 10270

2. Sdr. P. Bambang Wisudo
d/a Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS)
Jl. Dr. Soepomo No 1A, Komplek BIER
Menteng Dalam Jakarta Selatan

Berkenaan dengan Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial dari PT KOMPAS MEDIA NUSANTARA dengan surat No. 049/SDMU/XII/06 tanggal 12 Desember 2006 dan pelimpahan penanganan perkara Perselisihan Hubungan Industrial dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta kepada Mediator Hubungan Industrial dengan surat No. 3888/HKK-PHK/XII/2006 mengenai pokok perkara Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial, maka setelah memperhatikan keterangan dan data yang disampaikan oleh kedua belah pihak yang berselisih dalam proses Mediasi, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

a.Keterangan Pihak Pengusaha

bahwa pekerja Sdr P Bambang Wisudo telah bekerja pada perusahaan PT KOMPAS MEDIA NUSANTARA sejak 1 September 1990 sebagai Wartawan dan menerima upah sebesar Rp 9.467.000;

bahwa sejak tanggal 23 November 2006 sampai dengan 8 Desember 2006 pekerja telah melakukan kegiatan menyebarkan selebaran, menempel selebaran dan membagi-bagikan selebaran di lingkungan perusahaan tanpa seijin pengusaha;

bahwa isi selebaran tersebut adalah surat pribadi pekerja kepada Bapak Jakob Oetama yaitu pendiri atau pimpinan group perusahaan PT Kompas;

bahwa sejak awalnya petugas keamanan dan pengusaha telah mencoba mengingatkan dan melarang pekerja meneruskan kegiatannya tersebut, tetapi tidak dihiraukan oleh pekerja dan terus melakukan kegiatan menyebarkan dan membagi-bagikan selebaran tersebut di lingkungan perusahaan;
bahwa karena teguran dan peringatan yang diberikan pengusaha tersebut tidak dihiraukan oleh pekerja, maka pengusaha melakukan tindakan menghentikan kegiatan pekerja tersebut dengan melibatkan petugas keamanan perusahaan;

bahwa pada tanggal 8 Desember 2006 pukul 20.00 WIB telah terjadi pertemuan bertempat diruang kerja Pimpinan Redaksi PT Kompas Jakarta Pusat yang dihadiri oleh Sdr. Suryopratomo (Pimred), Sdr. Bambang Sukationo (GM SDM-Umum), Sdr. Trias Kuncahyono (Redaktur Pelaksana), Didiek Dwinarmiyadi (Manajer Penpen), Retno Bintari (Sekretaris Redaksi), Sdr P. Bambang Wisudo (Wartawan), Sdri. Rien Kuntari (Wartawan) dan Sdr. Luhur Fajar Marta (Peneliti Litbang);

bahwa adapun hal-hal yang dibicarakan adalah:

- Pengusaha : tindakan pekerja menyebakan surat yang ditujukan kepada Bapak Jakob
Oetama adalah tindakan di luar kepantasan;

-Pekerja : surat tersebut disebut tembusan kepada pihak-pihak karena itu sudah menjadi urusan publik dan pekerja telah pernah bilang jika persoalannya tidak bisa diselesaikan secara intern akan membawanya ke ruang publik;

-Sebenarnya reaksi pekerja adalah reaksi atas tindakan Manajemen kepada kesepakatan yang sudah dibuat dulu sudah selesai, kemudian ada reaksi balik, tiba-tiba pekerja ditugaskan (dibuang) ke Ambon, hal tersebut yang membuat pekerja bereaksi juga;

-Pengusaha : tidak ada pembuangan semua diberi kesempatan, diberi tantangan baru, dan ini dilakukan untuk 56 orang;

-Pekerja : pada dasarnya tidak adapat menerima keterangan pengusaha tersebut;

-bahwa atas perbuatan pekerja tersebut pimpinan perusahaan melakukan rapat dan hasilnya memutuskan pekerja diberhentikan dari perusahaan terhitung sejak 9 Desember 2006;

-bahwa keputusan pemberhentian tersebut disampaikan kepada pekerja dan pekerja menyatakan akan melakukan perlawanan atas tindakan pengusaha tersebut dan bersama teman-temannya membuat pernyataan bersama untuk melakukan aksi demo setiap hari mulai tanggal 11 Desember 2006;

-bahwa telahb dilakukan upaya perundingan Bipartit untuk menyelesaikan perundingan masalah pengakhiran hubungan kerja tersebut tetapi tidak ada penyelesaian sehingga pengusaha mencatatkan perselisihan ini sebagai perselisihan hubungan industrial dengan pokok perkara pemutusan hubungan kerja;

-bahwa permintaan pekerja dan kuasa hukumnya untuk dilakukan Bipartit telah dikabulkan oleh Mediator Hubungan Industrial dan juga disetujui oleh pengusaha;

-bahwa telah dilakukan lagi perundingan Bipartit, tetapi tidak ada penyelesaian sehingga pengusaha mohon agar dilakukan sidang mediasi sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial;


b. Keterangan Pihak Pekerja dan Kuasa Hukumnya Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS)

bahwa pekerja Sdr. P. Bambang Wisudo telah bekerja pada perusahaan PT KOMPAS MEDIA NUSANTARA sejak 1 September 1990 sebagai Wartawan dan menerima upah sebesar Rp 9.467.000;

bahwa pada tahun 1998 pekerja dan kawan-kawan mendirikan Serikat Pekerja yang bernama Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK);

bahwa pada struktur PKK, Syahnan Rangkuti menduduki posisi etua PKK dan Bambang Wisudo menduduki posisi Sekretaris PKK;

bahwa sejak berdirinya PKK, pekerja dan kawan-kawan terus menerus memperjuangkan hak atas saham karyawan sebesar 20 %;

bahwa pada tanggal 13 September 2006 terjadi kesepakatan penyelesaian permasalahan saham antara PKK yang diwakili oleh Syahnan Rangkuti selaku Ketua PKK dan St. Sularto sebagai Wakil Pimpinan Umum PT KOMPAS MEDIA NUSANTARA dengan isis kesepakatan pembagian deviden 20% setiap tahun kepada karyawan;

bahwa tanggal 15 Desember 2005 paseca kesepakatan penyelesaian terdapat indikasi upaya penghancuran/pemberangusan PKK oleh perusahaan, hal ini ditandai dengan secara tiba-tiba terjadi mutasi terhadap para pengurus PKK oleh perusahaan;

bahwa selain mutasi terhadap pengurus PKK juga terjadi indikasi devide et impera terhadap pengurus PKK karena sebagian pengurus PKK dimutasi ke daerah dan sebagian lagi mendapat promosi Kepala Biro;

bahwa dalam mutasi tersebut pekerja selaku Sekretaris PKK dimutasi ke Ambon dan Syahnan Rangkuti selaku Ketua PKK dimutasi ke Padang, padahal keduanya adalah wartawan senior ddi PT Kompas;

bahwa atas kebijakan mutasi ke Ambon tersebut pekerja menolak dan memberikan tawaran untuk di wilayah Jawa Barat dengan alasan masih harus menjalankan amanat organisasi/Serikat Pekerja mengingat dirinya masih menjabat sebagai Sekretaris PKK, tetapi tidak dikabulkan;

bahwa oleh karena itu pekerja melakukan aksi menyebarkan selebaran di lingkungan perusahaan dan berakhir dengan PHK;

bahwa pekerja menolak PHK tersebut dan juga menolak mutasi ke Ambon dan menuntut untuk tetap dipekerjakan kembali pada kondisi semula dengan berpedoman pada:

1.UUD 1945
-Pasal 28 D (2) : “Setiap orang berhak bekerja untuk mendapat imbalan dan melakukan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
-Pasal 28 (E) : “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

2.UU No 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Pasal 28: Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa ;pekerja untuk tidak menjalan kegiatan serikat pekerja dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara atau melakukan mutasi.
b. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun.

c. Pendapat dan Pertimbangan serta Upaya Penyelesaian Mediator Hubungan Industrial

bahwa pekerja Sdr. P. Bambang Wisudo telah bekerja pada perusahaan PT KOMPAS MEDIA NUSANTARA sejak 1 September 1990 sebagai Wartawan dan menerima upah sebesar Rp 9.467.000;

bahwa perkara ini berawal dari tindakan pengusaha memutasikan pekerja ke Ambon tanpa terlebih dahulu ada pembicaraan tentang mutasi tersebut;

bahwa pekerja yang telah bekerja selama 15 tahun merupakan wartawan senior merasa mutasi tersebut tidak adil dan ada kaitannya dengan kegiatannya sebagai Sekretaris PKK;

bahwa pekerja melakukan protes secara internal antara lain kepada Management dan kepada Bapak Jakob etama, tetapi tidak mendapat tanggapan sehingga ditindaklanjuti pekerja dengan menyebarluaskan selebaran di lingkungan perusahaan;

bahwa mutasi adalah hak prerogatif pengusaha, tetapi mekanisme mutasi tersebut harus diatur di dalam Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama sehingga tidak menimbulkan perselisihan;

bahwa berdasarkan keterangan pengusaha ternyata saat ini tidak ada peraturan perusahaan yang berlaku dan peraturan perusahaan yang pernah ada telah habis masa berlakunya sehingga tidak dapat diberlakukan lagi;

bahwa awal perselisihan ini adalah mutasi yang tidak jelas prosedurnya sehingga ditolak oleh pekerja, menurut Mediator Hubungan Industrial penolakan mutasi ke Ambon tersebut dapat dipertimbangkan;

bahwa pekerja telah menawarkan penyelesaian yaitu ditugaskan ke Garut selama 3 bulan untuk upaya meredakan permasalahan, tetapi ditolak oleh pengusaha;

bahwa melihat kedudukan pekerja dalam organisasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam hal ini Perkumpulan Karyawan Kompas adalah sebagai Sekretaris dan melihat kegiatan PKK tersebut pada tahun 2006 seharusnya pengusaha bertindak arif dan bijaksana agar tidak terjadi hal-hal yang berpotensi menimbulkan keresahaan;

bahwa Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah mitra pengusaha dan kedua belah pihak seharusnya sama-sama menjaga agar hubungan tetap harmonis dan menghindari hal-hal yang berpotensi menimbulkan perselisihan;

bahwa dengan memperhatikan keterangan dan data/bukti dari para pihak dan pendapat serta pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, maka guna menyelesaikan masalah hubungan kerja Sdr. P Bambang Wisudo ini, kami selaku Mediator Hubungan Industrial:

M E N G A N J U R K A N

1. Agar pihak pengusaha PT KOMPAS MEDIA NUSANTARA mempekerjakan kembali pekerja Sdr P BambanG Wisudo pada posisi semula di Provinsi DKI Jakarta.
2. Agar pihak pekerja Sdr. P. Bambang Wisudo melapor kepada pengusaha untuk siap bekerja kembali sesegera mungkin.
3. Agar kedua belah pihak memberikan jawaban secara tertulis atas Anjuran tersebut di atas selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat Anjuran ini, dengan catatan:
a. apabila pihak-pihak menerima Anjuran ini, maka Mediator Hubungan Industrial akan membantu membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
b. apabila salah satu pihak atau para pihak menolak Anjuran, maka para pihak atau salah satu pihak dapat menganjurkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan ke Mediator Hubungan Industrial.

Demikian agar maklum.


Jakarta, 7 Maret 2007

Mediator Hubungan Industrial


Drs RINJAN SARAGIH
NIP 160016317

N I L Z A, S.Sos
NIP 160048473


Mengetahui
Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja dan
Tranmigrasi Provinsi DKI Jakarta

Sumanto, SH
NIP 470051697

Read More......

3/05/2007

Undangan Pertemuan

Kepada Rekan-rekan Karyawan SmartFM-Jakarta

Dalam rangka, Sosialisasi Penerbitan Surat Kesepakatan Kerja Bersama (SKKB), kami mengundang kehadiran rekan – rekan pada;

Hari, tanggal : Rabu, 7 Maret 2007
Waktu : Jam, 15.00 WIB
Tempat : Ruang Meeting Besar Smartfm
Agenda : Sosialisasi SKKB

Demikian undangan ini kami buat, atas perhatian dan kehadirannya kami ucapkan terimakasih


Ketua PKS
Jay Waluyo

Read More......

3/02/2007

Indonesia in The Pacific Ring of Fire

Kita harus menghadapi kenyataan hidup diatas Pacific Ring of Fire dan hingga 30 tahun mendatang mau tidak mau kita harus siap setiap saat menghadapi berbagai bencana alam berskala besar, seperti letusan gunung berapi, gempa, dan tsunami.

Pacific Ring of Fire, karena berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia yang sangat aktif. Lempeng Indo-Australia yang mendesak ke timur laut dan utara, Lempeng Eurasia yang relatif statis tetapi bergerak ke arah tenggara, dan Lempeng Pasifik yang mendesak ke arah barat daya dan barat laut. Indonesia sendiri terbentuk karena pergerakan besar lempeng-lempeng tersebut.
Aktivitas tiga lempeng besar yang sangat aktif dan saling bertumbukan membuat kita senantiasa rawan bencana. Indonesia juga memiliki sekitar 400 gunung api, sekitar 100 di antaranya aktif.

Setidaknya telah terjadi 212 gempa bumi dengan magnitudo 7 skala Richter atau lebih, sejak tahun 1900 sampai dengan 2004. Sebanyak 86 gempa di antaranya menyebabkan tsunami.

Setelah Aceh, Nias, Padang, Yogyakarta, Pangandaran, Selat Sunda dan kemarin Gorontalo, potensi untuk terjadinya gempa bumi masih ada di sepanjang zona subduksi yang menjadi tempat pertemuan lempeng.

Hal ini disebabkan adanya pergerakan tiga lempeng besar bumi sepanjang 4.000 KM yang memanjang dari sebelah barat Sumatera, selatan Jawa, hingga Bali, NTB, dan NTT.

Juga menyebabkan terjadinya patahan/ sesar-baik besar maupun kecil yang menjulur ke berbagai arah melintasi berbagai daerah padat penduduk tersebut.

Daerah-daerah rawan tsunami menurut peta Badan Meteorologi dan Geofisika, adalah wilayah pesisir barat Sumatera, selatan Jawa, hingga selatan Nusa Tenggara yang akan dilanda tsunami dari subduksi lempeng di dasar laut Samudra Hindia, yaitu menghunjamnya lempeng Indo- Australia ke lempeng Eurasia di bagian utaranya.

Sedangkan wilayah utara NTT, sebagian pantai barat Kalimantan, hampir seluruh pantai di Sulawesi, seluruh pantai di kepulauan Maluku, dan pantai barat Papua akan diterjang tsunami dari interaksi lempeng benua Eurasia dan Pasifik serta lempeng mikro di dasar laut. Tsunami yang akan terjadi di daerah itu pascagempa akan menerjang pantai dengan kisaran waktu lima hingga 30 menit.
Ramalan BMG, aktivitas lempeng-lempeng ini masih akan terus meningkat dalam kurun 30 tahun ke depan.

Bahkan DKI Jakarta terbukti tidak aman dari ancaman gempa dan tsunami. Hal ini dapat dilihat dari rekaman sejarah wilayah pantai utara. Beberapa hari lalu warga Jakarta sempat lebih dari sekali dibuat panik dengan goncangan gempa.

Namun, bencana yang kini marak di Indonesia, bukan semata akibat aktivitas lempengan bumi saja. Banyak bencana tambahan yang terjadi karena ulah jumawa manusia sendiri, seperti lumpur panas, kekeringan, kebakaran hutan, belum lagi nanti pada musim hujan, longsor, banjir, dan banjir bandang yang langganan akan datang silih berganti.

Mempersiapkan Seluruh Rakyat

Untuk mencegah korban jiwa dan kerugian yang sangat besar, maka seluruh rakyat Indonesia perlu dipersiapkan, baik mental maupun secara teknis, untuk menghadapi bencana alam.

Pertama, sistem peringatan dini, menurut Praveen Pardeshi pakar dari UN/ISDR, bekerja berdasarkan pada empat unsur, yakni pemahaman mengenai risiko bencana yang dihadapi, warning services yang menekankan pada pengawasan teknis, diseminasi informasi kepada publik dan masyarakat, serta kapabilitas untuk merespons dengan cepat dalam kondisi gempa dan tsunami benar-benar terjadi.
Dalam kasus gempa dan tsunami Aceh, keempat-empatnya tidak berfungsi. Hal ini menyebabkan jumlah korban jiwa yang sangat besar.

Beda dengan Aceh yang mendadak sontak, gempa dan tsunami di selatan Jawa seharusnya bisa lebih diantisipasi.

Berdasarkan catatan United Stated Geological Survey, Pacific Tsunami Warning Center di Hawaii dan Japan Meteorogical Agency sebenarnya sudah mengingatkan Indonesia bakal datangnya tsunami hanya 4 menit setelah gempa terjadi atau 45 menit sebelum terjadinya tsunami.

Kalau saja peringatan itu bisa diumumkan tepat waktu pada masyarakat, pasti banyak nyawa yang bisa diselamatkan.

Kedua, koordinasi penanganan bencana. Dalam kasus tsunami Pangandaran, tidak ada pernyataan yang sinkron antara pejabat pemerintah. Termasuk dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menneg Ristek) Kusmayanto Kadiman, Menteri Perhubungan Hatta Rajasa, dan Wakil Presiden M Jusuf Kalla, sangatlah disayangkan dan harus dibenahi, karena mengakibatkan resiko yang sangat tinggi.

Hasil wawancara AFP menunjukkan, bahwa Menneg Ristek tidak mengumumkan informasi yang didapatnya karena ia tidak ingin muncul kepanikan berlebihan. "Kalau tidak terjadi (tsunami), bagaimana?" ujarnya. Dalam pernyataan lain lagi, ia mengatakan, bukan wewenang dia untuk mengumumkan apakah gempa akan menyebabkan tsunami atau tidak.

Lembaga yang berwenang, menurut dia, adalah BMG. Padahal, menurut Hatta, Menneg Ristek-lah koordinator sistem peringatan dini. Pengakuan terakhir Kusmayanto kepada Kompas (21/7), ia baru mengetahui informasi soal gempa dan prediksi tsunami dari BMG, yang menerima informasi tersebut dari PTWC dan JMA, 17 menit setelah gempa atau 45 menit sebelum tsunami.

Ini bukan pertama kalinya terjadi, di kasus Nias, 28 Maret 2005, menurut laporan misi ahli dari Intergovernmental Oceanographic Commission, informasi ancaman tsunami juga sudah diterima pihak Indonesia kurang dari 20 menit setelah gempa.

Namun, seperti kasus Pangandaran, pemerintah tidak berbuat apa-apa. Akibatnya, jatuh korban hingga mencapai sekitar 900 orang.

Ketiga, perlengkapan deteksi bencana. BMG menyalahkan perangkat peringatan dini yang sederhana dan kendala telekomunikasi sebagai sumber kegagalan sistem peringatan dini.

Indonesia memiliki 1.200 titik rawan bencana dan diperlukan satu alat peringatan dini tsunami di setiap 10 KM wilayah perairan yang menghadap zona subduksi. Total biaya sistem peringatan dini yang dibutuhkan adalah Rp 1,2 triliun.

Kini pemerintah baru memiliki 10 alat sumbangan Jerman. Dua sudah dipasang, tetapi rusak. Rencananya 8 sisanya baru dipasang tahun depan.

Keempat, sosialisasi masyarakat. Pemerintah dan masyarakat di daerah rawan gempa tsunami selama ini hanya terfokus pada respons darurat, sesudah bencana datang. Padahal, yang harus dibangun adalah respons preventif sebelum terjadi bencana.

Hasil survei LIPI bersama Unesco di Padang dan Bengkulu, dua daerah yang diperhitungan LIPI terancam bencana sedahsyat Aceh, masyarakat tidak tahu dan kurang peduli pada bencana yang siap menerjang itu.

Bahkan masyarakat Aceh Besar pun belum tergugah untuk mengambil pelajaran dari bencana yang menimpa tetangganya, Banda Aceh dan Meulaboh.

Kelima, gerakan swadaya masyarakat. Sebagai contoh Bantul menggagas pembangunan shelter perlindungan di perbukitan daerah pantai, latihan evakuasi dan 98 orang Tim SAR yang bersiaga 24 jam menjaga pantai secara bergantian. Sumatera Barat dan Bengkulu menggunakan sirene peringatan dini. Di kota-kota lainnya, pelatihan dilakukan secara bergilir.

Justru warga DKI Jakarta yang belum siap dengan segala kemungkinan gempa dan tsunami. Mengingat kondisi Jakarta yang sangat macet arus lalu lintasnya, banyak jalan layang dan gedung-gedung bertingkat, Jakarta sangat berpotensi menelan lebih banyak korban jiwa dan kerugian.

Keenam, undang-undang kebencanaan adalah mutlak sebagai panduan nasional dalam mengantisipasi bencana. Antara lain pengurusan izin mendirikan bangunan yang mengindahkan kaidah-kaidah antisipasi bencana.

Ketujuh, bertobatlah! Posisi kita yang hidup di atas Pacific Ring of Fire, seharusnya membuat kita, bangsa Indonesia, makin sadar akan kebesaran Tuhan Yang Maha Kasih. Mungkin semua ini adalah cara Tuhan berkomunikasi pada kita, bangsa Indonesia, agar kita bertobat dan makin dekat denganNya, selagi masih sempat.

Oleh: Christovita Wiloto
Managing Partner Wiloto Corp Asia Pacific

Read More......
Copyrights @ 2006 Perkumpulan Karyawan SmartFM - Jakarta, Indonesia
http://crew-smartfm.blogspot.com

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP