Pers Bebas, Anti Amplop dan Kesejahteraan Jurnalis
Tumbangnya rezim Soeharto yang diikuti dengan pencabutan Peraturan Menteri Penerangan No.1 tahun 1984, memberikan nyawa baru bagi kehidupan pers. Sayangnya, Kebebasan pers dan pesatnya pertumbuhan media, tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan jurnalis - sebagai ujung tombak kehidupan pers. Masih banyak jurnalis yang digaji rendah, bahkan ada yang tak digaji sama sekali. Pada saat yang bersamaan, budaya amplop yang memang sudah ada sejak zaman orde baru, ternyata belum mati, namun semakin merajalela. Sejauh mana budaya amplop ini mengancam independensi pers, sebagai salah satu syarat mutlak untuk menjalankan fungsinya sebagai pilar ke 4 dalam demokrasi ?
Dan bagaimana kaitannya dengan kesejahteraan jurnalis ?
Smartfm bersama international labour organization akan membahasnya dalam topik :
Smartfm bersama international labour organization akan membahasnya dalam topik :
"Pers Bebas, Anti Amplop dan Kesejahteraan Jurnalis"
Bersama Narasumber :
Heru Hendratmoko - Ketua Aliansi Jurnalis Independen, AJI Indonesia
Atmakusumah Astraatmadja - Direktur Lembaga Pers Dr. Soetomo ( yang juga mantan Dewan Pers )
Leo Batubara - Ketua Badan Pengurus Serikat Penerbit Surat Kabar, SPS
Heru Hendratmoko - Ketua Aliansi Jurnalis Independen, AJI Indonesia
Atmakusumah Astraatmadja - Direktur Lembaga Pers Dr. Soetomo ( yang juga mantan Dewan Pers )
Leo Batubara - Ketua Badan Pengurus Serikat Penerbit Surat Kabar, SPS
Simak perbincangannya dalam Smart Workers di 95.9 FM,
Kamis 10 Agustus 2006 ,
mulai pukul 16.00 WIB
mulai pukul 16.00 WIB
Interaktif : 021 398 33 888 / 0812 11 12 959 ( sms )
0 comments:
Post a Comment