AJI Menolak Kriminalisasi Pers Dalam RUU Pemilu
No : 020/AJI-Adv/Siaran/VII/2007
Hal : Siaran Pers untuk segera disiarkan
Kriminalisasi terhadap pers seharusnya tidak mendapat tempat di negara demokratis dan negara yang menghargai hak atas informasi rakyat. Landasan mengenai hak rakyat akan informasi dan Kemerdekaan Pers telah tercantum dalam Pasal 28 F Perubahan II UUD 1945.
Kemerdekaan pers diperlukan agar pers dapat ikut mengawasi jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara (watch dog). Untuk itulah di semua negara demokratis, pers diberi peran signifikan, bahkan dianggap sebagai pilar ke-empat dalam sistem demokrasi. Untuk itu pula setiap upaya mempidanakan pemberitaan pers (kriminalisasi) harus ditentang karena tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan berpotensi dapat merampas hak informasi publik.
Kemerdekaan pers diperlukan agar pers dapat ikut mengawasi jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara (watch dog). Untuk itulah di semua negara demokratis, pers diberi peran signifikan, bahkan dianggap sebagai pilar ke-empat dalam sistem demokrasi. Untuk itu pula setiap upaya mempidanakan pemberitaan pers (kriminalisasi) harus ditentang karena tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan berpotensi dapat merampas hak informasi publik.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menemukan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terdapat pasal yang bertendensi mengkriminalkan pemberitaan pers dan profesi jurnalistik. Ini tampak dari isi Pasal 260 RUU Pemilihan Umum yang jelas-jelas bertendesi menghukum jurnalis dengan pidana penjara dan denda dengan alasan pemberitaan pers. Padahal selama ini masyarakat pers termasuk AJI berupaya menghapuskan pasal-pasal dalam berbagai produk hukum yang berpotensi melakukan kriminalisasi terhadap pemberitaan pers dan profesi jurnalistik.
Isi Pasal 260 RUU Pemilu :
Setiap pemimpin redaksi media cetak dan elektronik yang melanggar larangan pemberitaan kampanye pada masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai kriminalisasi terhadap pers melalui Pasal 260 dengan rujukan Pasal 103 ayat (3) jo Pasal 260 RUU Pemilihan Umum justru mereduksi makna kemerdekaan pers yang telah dijamin melalui UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Pasal 28 F Perubahan II UUD 1945.
Isi Pasal 103 ayat (3) RUU Pemilu :
Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama minggu tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan dan/atau merugikan peserta pemilu.
AJI menyatakan, peran pers tidak perlu lagi diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya karena pers telah mempunyai UU No.40 Tahun 1999 yang mengatur secara khusus tentang pers di Indonesia.
Melalui surat ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak upaya kriminalisasi terhadap pers dalam segala bentuknya. RUU Pemilu yang mengatur penyelenggaraan pemilu secara demokratis tidak boleh memiliki aturan yang bertentangan dengan demokrasi karena niatnya untuk mempidanakan pers (kriminalisasi).
2. Mendesak agar DPR untuk mencabut ketentuan kriminalisasi terhadap pers dalam RUU Pemilu, khususnya Pasal 260 dan Pasal 103 ayat (3).
3. Meminta kepada setiap pihak yang untuk menjadikan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai pranata untuk menyelesaikan setiap sengketa pemberitaan dan menjadikan Dewan Pers sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan.
Jakarta, 24 Juli 2007
Ketua Umum, Heru Hendratmoko
Koord. Divisi Advokasi, Eko Maryadi
0 comments:
Post a Comment