SEARCH PKS post

2/06/2008

Barongsai, Seni Khas Tionghoa Pengusir Aura Buruk

Kenal dengan Barongsai? Pasti sudah banyak orang yang mengenal, atau bahkan gandrung dengan pertunjukan seni khas Tionghoa ini. Menjelang Imlek, pertunjukan Barongsai dapat kita temui di banyak tempat. Belasan, bahkan puluhan orang yang membentuk naga ataupun singa yang meliuk-liuk mengikuti tabuhan musik khas, melahirkan daya tarik sendiri.

Tapi sebenarnya, apa makna yang terkandung di balik liukan sekian orang yang berada di balik kostum berwujud singa tersebut? Ini dia jawabannya...



Sunar Jaya, Koordinator Exhibition Yayasan Dharma Cinta Kasih (DCK) yang mengembangkan seni Barongsai menjelaskan, bahwa Barongsai telah ada sejak 1500 tahun. "Pertunjukan seni ini bermakna untuk mengusir hal-hal buruk yang akan terjadi," kata dia, saat ditemui di Mal Ciputra, kemarin.

Konon ceritanya, ada beberapa versi sejarah Barongsai. Yang paling terkenal adalah versia Nian (monster). Pada masa Dinasti Qing, di satu wilayah di China ada monster yang mengganggu penduduk setempat hingga menimbulkan keresahan dan ketakutan. Saat itulah muncul singa (barongsai) untuk menghalau monster tersebut. Akhirnya, monster kalah dan lari ketakutan.

"Setelah itu singanya pergi. Tapi monster ini ternyata mau balas dendam dan masyarakat tidak tahu. Mereka bingung, ada di mana singa yang bisa mengalahkan monster itu. Akhirnya mereka buat kostum barongsai seperti yang ada sekarang, dan berhasil menyingkirkan monsternya," cerita Sunar.

Hal inilah, menurut dia, yang mendasari mengapa barongsai selalu hadir dalam perayaan Imlek. "Maksudnya mengusir monster yang kita samakan dengan aura-aura yang buruk."

Barongsai yang dikembangkan DCK sendiri, masih berpegang pada pakem-pakem adat yang ada. Misalnya, mempertahankan cerita sesuai dengan momennya. Masih cerita Sunar, jika pada even pernikahan maka tema yang diambil mengenai cerita yang menggambarkan bahwa pasangan itu harus bersama selama 100 tahun. "Kalau buka rezeki ceritanya lain lagi, kalau buka restoran lain lagi," ujar pria keturunan Tionghoa ini.

Untuk tampil, minimal dibutuhkan 17 orang sebagai pemain barongsai dan pemain musik. Alat musik yang dimainkan, yaitu Simbal (cai-cai), Gong (Nong), dan Tambur. Menariknya, para pemain barongsai di DCK terbilang masih relatif muda. Rata-rata berusia 7 hingga 20 tahun. "Kita berharap yang muda-muda ini bisa melanjutkan kelestarian seni barongsai," tutur Sunar.

Perkembangan Barongsai Pesat

Sejak dibukanya kran kebebasan berekspresi bagi warga Tionghoa tahun 2001, Barongsai juga mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bahkan hingga saat ini sudah ada 16 pengurus daerah dari asosiasi seni barongsai.

Kondisi ini berbeda saat Barongsai diharamkan tampil di muka umum. Saat itu, para seniman barongsai memainkan pertunjukan ini secara sembunyi-sembunyi. "Sekarang sangat menyenangkan, karena bisa bergaul dengan seluruh komponen bangda. Lebih senang lagi, karena di beberapa daerah barongsai juga dimainkan oleh orang Indonesia asli. Bagi kami, ini membahagiakan," ujarnya. (ING)

-Kompas-


Untuk Anda yang merayakan, Perkumpulan Karyawan SmartFM Jakarta mengucapkan :
Gong Xi Fat Choi.

Copyrights @ 2006 Perkumpulan Karyawan SmartFM - Jakarta, Indonesia
http://crew-smartfm.blogspot.com

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP