Pernyataan Sikap AJI Jakarta
Perihal : Siaran Pers
Nomor : 01/SP.Adv/AJI. Jkt/2007
Keterangan : Untuk Disiarkan Segera
Pernyataan Sikap AJI Jakarta atas Meninggalnya Juru Kamera Suherman dan Muhammad Guntur dalam Peliputan KM Levina I
Perusahaan Pers Harus Membuat Standar Keselamatan Jurnalis
Pada Minggu, 25 Februari 2007, sebuah peristiwa naas menimpa jurnalis yang sedang meliput proses penyelidikan kapal KM Levina I, di lepas pantai Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat. Dua orang jurnalis dan dua petugas Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri tewas tenggelam bersama bangkai kapal.
Dua orang jurnalis yang tewas adalah juru kamera Lativi, Suherman, dan juru kamera SCTV, Muhammad Guntur. Suherman diduga tewas karena asmanya kambuh ketika tenggelam bersama kapal Levina I, sedang Guntur diduga tewas akibat tidak bisa berenang. Kedua juru kamera itu tenggelam membawa kamera seberat 20 kg milik kantor mereka.
Kejadian ini, menurut AJI Jakarta, merupakan bentuk kelalaian dari perusahaan pers dalam mempekerjakan kedua jurnalis pemberani tersebut. Tanpa kemampuan berenang, dan tanpa mengenakan pelampung, keduanya menerima perintah dari kantor untuk meliput di tengah laut. Dengan bekal peralatan yang hanya untuk cocok untuk kondisi normal, kedua jurnalis itu dengan gagah berani bertaruh nyawa mendapatkan berita demi perusahaan persnya.
Ke depan, AJI Jakarta memandang setiap perusahaan media, khususnya media elektronik, perlu memberikan pelatihan dan briefing bagi jurnalisnya sebelum meliput peristiwa yang tergolong rentan terhadap bahaya seperti yang dialami oleh para jurnalis yang meliput KM Levina I tersebut. Bukan tidak mungkin, di negeri yang penuh bencana alam dan kecelakaan transportasi ini, peristiwa serupa akan menimpa pekerja pers lagi. Setiap perusahaan pers harus membekali jurnalisnya dengan pengetahuan dan peralatan yang terkait dengan keselamatan jurnalis.
Selain itu, sebagai organisasi jurnalis yang aktif memperjuangkan kesejahteraan pekerja pers, AJI Jakarta juga mendesak perlunya perlindungan asuransi bagi jurnalis dalam bekerja. Jangan sampai, jurnalis yang telah mengorbankan nyawanya saat bekerja, meninggalkan keluarganya dalam keadaan nestapa.
Lebih jauh, AJI Jakarta menyatakan sikap sebagai berikut:
-Mendesak setiap perusahaan pers untuk membuat dan melaksanakan standar keselamatan jurnalis dalam meliput di daerah yang rentan terhadap bahaya.
-Mendesak setiap perusahaan pers membekali para jurnalisnya dengan pengetahuan tentang keselamatan jurnalis sebelum meliput peristiwa di daerah berbahaya.
-Mendesak setiap perusahaan pers membekali para jurnalisnya dengan perangkat keselamatan yang memadai sebelum meliput daerah berbahaya;
-Mendesak setiap perusahaan pers memiliki program asuransi yang melingkupi klausul tentang kecelakaan dalam bekerja;
-Menyerukan para jurnalis untuk memerhatikan aspek keselamatan ketika menjalankan pekerjaan.
Demikian.
Jakarta, 27 Februari 2007
Umar Idris
Jajang Jamaludin
Koordinator Divisi Advokasi
Ketua AJI Jakarta
Nomor : 01/SP.Adv/AJI. Jkt/2007
Keterangan : Untuk Disiarkan Segera
Pernyataan Sikap AJI Jakarta atas Meninggalnya Juru Kamera Suherman dan Muhammad Guntur dalam Peliputan KM Levina I
Perusahaan Pers Harus Membuat Standar Keselamatan Jurnalis
Pada Minggu, 25 Februari 2007, sebuah peristiwa naas menimpa jurnalis yang sedang meliput proses penyelidikan kapal KM Levina I, di lepas pantai Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat. Dua orang jurnalis dan dua petugas Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri tewas tenggelam bersama bangkai kapal.
Dua orang jurnalis yang tewas adalah juru kamera Lativi, Suherman, dan juru kamera SCTV, Muhammad Guntur. Suherman diduga tewas karena asmanya kambuh ketika tenggelam bersama kapal Levina I, sedang Guntur diduga tewas akibat tidak bisa berenang. Kedua juru kamera itu tenggelam membawa kamera seberat 20 kg milik kantor mereka.
Kejadian ini, menurut AJI Jakarta, merupakan bentuk kelalaian dari perusahaan pers dalam mempekerjakan kedua jurnalis pemberani tersebut. Tanpa kemampuan berenang, dan tanpa mengenakan pelampung, keduanya menerima perintah dari kantor untuk meliput di tengah laut. Dengan bekal peralatan yang hanya untuk cocok untuk kondisi normal, kedua jurnalis itu dengan gagah berani bertaruh nyawa mendapatkan berita demi perusahaan persnya.
Ke depan, AJI Jakarta memandang setiap perusahaan media, khususnya media elektronik, perlu memberikan pelatihan dan briefing bagi jurnalisnya sebelum meliput peristiwa yang tergolong rentan terhadap bahaya seperti yang dialami oleh para jurnalis yang meliput KM Levina I tersebut. Bukan tidak mungkin, di negeri yang penuh bencana alam dan kecelakaan transportasi ini, peristiwa serupa akan menimpa pekerja pers lagi. Setiap perusahaan pers harus membekali jurnalisnya dengan pengetahuan dan peralatan yang terkait dengan keselamatan jurnalis.
Selain itu, sebagai organisasi jurnalis yang aktif memperjuangkan kesejahteraan pekerja pers, AJI Jakarta juga mendesak perlunya perlindungan asuransi bagi jurnalis dalam bekerja. Jangan sampai, jurnalis yang telah mengorbankan nyawanya saat bekerja, meninggalkan keluarganya dalam keadaan nestapa.
Lebih jauh, AJI Jakarta menyatakan sikap sebagai berikut:
-Mendesak setiap perusahaan pers untuk membuat dan melaksanakan standar keselamatan jurnalis dalam meliput di daerah yang rentan terhadap bahaya.
-Mendesak setiap perusahaan pers membekali para jurnalisnya dengan pengetahuan tentang keselamatan jurnalis sebelum meliput peristiwa di daerah berbahaya.
-Mendesak setiap perusahaan pers membekali para jurnalisnya dengan perangkat keselamatan yang memadai sebelum meliput daerah berbahaya;
-Mendesak setiap perusahaan pers memiliki program asuransi yang melingkupi klausul tentang kecelakaan dalam bekerja;
-Menyerukan para jurnalis untuk memerhatikan aspek keselamatan ketika menjalankan pekerjaan.
Demikian.
Jakarta, 27 Februari 2007
Umar Idris
Jajang Jamaludin
Koordinator Divisi Advokasi
Ketua AJI Jakarta
0 comments:
Post a Comment