TEMPO Interaktif, Jakarta:
Radio siaran di Jakarta harus melakukan penggabungan usaha atau merger. Sebab jumlah radio siaran yang beroperasi di wilayah udara Jakarta melebihi kanal frekuensi yang disediakan sehingga kualitas siaran radio kurang bagus.
Juru Bicara Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informatika Gatot S. Dewa Broto mengatakan saat ini jumlah radio di Jakarta melebihi jumlah kanal frekuensi.
Untuk itu, pemerintah akan menata kembali rencana induk atau master plan penggunaan frekuensi siaran radio dengan mengubah
Keputusan Menteri Perhubungan nomor 15/2003 tentang Rencana Induk Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran Frequency Modulation (FM).Peraturan itu menetapkan bahwa kanal frekuensi yang disediakan untuk penyelenggaraan siaran radio hanya untuk 26 kanal frekuensi radio. Namun kenyataannya radio siaran yang beroperasi di Jakarta mencapai lebihi dari dua kali lipat jumlah itu. “Karena itu sering terdengar siaran radio yang tumpang tindih,” kata Gatot di Jakarta kemarin.
Kondisi penggunaan frekuensi radio di Jakarta semakin diperparah dengan banyaknya radio siaran dan radio komunitas yang beroperasi tanpa izin sehingga kontrol terhadap frekuensi menjadi semakin sulit. Pemerintah sendiri tidak berhak menutup stasiun radio itu, tapi hanya bisa menegur. “Itupun masih diprotes," ujar Gatot.
Menurut Devisi Programing Radio Bahana Luscy Soedirham, permintaan pemerintah untuk mengurangi jumlah radio di Jakarta pada prinsipnya bisa diterima.Asal saja permintaan itu tidak bermaksud untuk membatasi kreativitas para pekerja radio.
Contohnya, kata Luscy, jangan sampai permintaan ini bermaksud untuk menciptakan persaingan yang tidak sehat karena adanya intervensi kelompok usaha media tertentu yang ingin measuk ke bisnis radio. “Karena itu pemerintah harus menjelaskan secara detail soal permintaan ini,” ujarnya......Radio Siaran Tolak Merger
Read More......